Friday, November 21, 2008

Vampir atau Drakula?


-->
VAMPIR ATAU DRAKULA ?


-->
-->
Beberapa waktu yang lalu seorang teman memberikan kepada saya sebuah buku. “Untuk hadiah ulang tahun”, katanya. Buku itu – no offense to Amang – sebenarnya bisa menjadi sebuah buku referensi antropologis yang bagus andaikata penulisnya melakukan penelitian yang lebih giat dan tidak memberikan analisa-analisa klenik terhadap tema isinya yang memang sudah klenik. Anyway, buku ini termasuk buku “langka” menurut saya karena isinya yang memaparkan berbagai legenda hantu dalam folklor-folklor berbagai suku di Indonesia. Kenapa langka? Karena penerbit paling malas menerbitkan buku dengan tema seperti ini.
Terlepas dari isinya, saya sedikit kecewa ketika menemukan sebuah kesalahan yang meskipun tidak fatal sih, tapi semestinya tidak dilakukan oleh orang yang telah memberanikan diri menulis tentang folklor hantu. Kesalahan itu dibuat penulis buku di dalam bab kata pengantar. Di situ rupanya penulis ingin menjelaskan bahwa ke-klenik-an bukan hanya ada di Indonesia, tapi juga dimiliki bangsa-bangsa lain. Penulis buku itu mengungkapkannya dengan kalimat ini, “di Cina ada vampire, di Amerika ada Drakula”…
Apa yang salah? Satu kalimat itu salah semua! Yang pertama, di Cina memang ada legenda tentang vampir – seperti juga terdapat di hampir semua kebudayaan di dunia ini – tapi vampir di sana tidak disebut sebagai vampir. Vampir di Cina disebut dengan nama Ch`iang Shih. Orang Indonesia menyebut mahluk yang sering digambarkan berjalan dengan cara melompat-lompat, mengenakan pakaian seperti opsir jaman dinasti Qing dan masih jago kung fu walaupun jelas-jelas sudah mati ini sebagai vampir gara-gara seringnya film-film horor Hongkong di putar di TV swasta kita. Dalam bahasa aslinya, saya yakin para pemeran film itu menyebut si “vampir” ini sebagai ch`iang shih. Tapi karena film-film tersebut maunya diedarkan di negara-negara berbahasa Inggris, supaya gampang ch`iang shih diterjemahkan sebagai vampir.
Yang kedua, Drakula sama sekali bukan berasal dari Amerika. Salah benua bahkan. Tokoh bernama “Dracula” berasal dari Eropa Timur. Dan bahkan kalau mau merujuk kisahnya pada sang penulis novel yang mengangkat nama Drakula, menyebutnya berasal dari Amerika pun tetap saja salah karena penulis novel Dracula, Bram Stoker adalah orang Inggris.
Tapi kemudian saya sadar. Biar bagaimanapun, penulis buku pemberian teman saya itu mungkin memang mengkhususkan dirinya pada legenda-legenda hantu di Indonesia. Dan lagi setelah melihat biografi singkat mereka, kedua penulis tampaknya memang tidak pernah memiliki pendidikan antropologi yang mandalam sehingga melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang awam : menyebut istilah “vampire” dalam ilmu folklor sebagai “Drakula”. Hal ini lazim terjadi. Ketika kita bicara mengenai cerita tentang mahluk penghisap darah – baik dalam folklor seperti vampir pada umumnya, dalam dunia hewan seperti lintah, nyamuk dan kawan-kawan, maupun untuk kata kiasan misalnya ketik media massa sering menyebut koruptor sebagai penghisap darah – sebagai “drakula”. Padahal “vampir” dan “drakula” adalah dua term yang berbeda. Mari kita bahas satu persatu.

VAMPIRE

Menurut Rosemary Ellen Guiley dalam buku “The Encyclopedia of Ghosts and Spirits”, vampire didefinisikan sebagai “…either the living dead – the resurrected corpse – or the ghost of a corpse that leaves its grave at night and walks the world of the living to feed off of them to survive..” atau terjemahan bebasnya “…mayat hidup – mayat yang dibangkitkan kembali – atau arwah dari sesosok jenazah yang meninggalkan kuburan mereka pada malam hari dan menjelajah dunia manusia hidup untuk memangsa mereka agar bisa bertahan…”
Kata “vampire” mulai digunakan dalam bahasa Inggris pada tahun 1732 dan mulai dicantumkan dalam Oxford English Dictionary 2 tahun kemudian. Kata ini kemungkinan berasal dari kata bahasa Jerman “Wampyr” atau bahasa Perancis “vampyre”. Kala itu catatan-catatan para biarawan dan peneliti tentang legenda-legenda vampir serta praktek penguburan mayat dengan ritual tertentu yang diyakini dilakukan untuk menghindari orang yang mati berubah menjadi vampir pada masyarakat daerah-daerah Eropa Timur mulai dibaca oleh kalangan akademisi Eropa Barat. Meskipun daerah yang berbeda memiliki nama yang berbeda pula untuk legenda vampir mereka sendiri – seperti misalnya “strigoii” dan “pricolici” di Rumania, “vrykolakas” di Yunani, “upyr” di Rusia – tapi kata yang kemudian akrab di negara-negara Eropa Barat adalah “vampire”. Sejak saat itu kata ini mulai digunakan untuk menggambarkan mahluk yang hidup dari menghisap darah mahluk lain. Yang menarik, akhirnya kata “vampire” tidak hanya digunakan dalam folklor, tapi juga untuk menunjukkan binatang penghisap darah dalam biologi dan zoologi. Kelelawar vampire misalnya, sebuah sub family kelelawar bernama Desmodontinae yang terdiri dari 3 spesies dengan Desmodus rotundus sebagai kelelawar vampir yang paling lazim, adalah kelelawar- kelelawar yang secara eksklusif memakan darah segar (maksudnya dapat hidup hanya dengan meminum darah saja). Selain itu, beberapa genera ikan dari family Trychomicteridae yang dikenal dengan nama Candiru yang hidup di sungai Amazon, sering dijuluki “vampire fish” karena hidup sebagai parasit dengan cara menghisap darah host yang ditumpanginya.
Legenda tentang vampir diperkirakan sudah ada sejak awal peradaban manusia. Gerabah-gerabah kuno masyarakat Mesopotamia, masyarakat yang konon adalah yang pertama memiliki peradaban, sering ditemukan bergambar mahluk, seringkali berbentuk humanoid, yang tengah menggigit sesosok manusia. diperkirakan inilah gambaran pertama tentang legenda vampir. Namun vampir pertama yang memiliki nama kemungkinan adalah sesosok perempuan bernama Lamashtu dari legenda masyarakat Babylonia. Legenda Lamashtu rupanya kemudian diadaptasi oleh masyarakat Yahudi yang kala itu diperbudak orang-orang Babylonia. Dalam legenda adaptasi ini Lamashtu yang kemudian berubah namanya menjadi Lilith digambarkan sebagai istri pertama Adam sebelum munculnya Hawa. Kemungkinan Lilith adalah entah malaikat atau iblis, yang jelas ia bukan manusia. Tapi kemudian Adam memperistri Hawa yang Tuhan ciptakan baginya. Lilith yang dilanda cemburu bersumpah bahwa ia dan keturunannya akan selamanya memangsa dan meminum darah keturunan-keturunan Adam. Untuk catatan saja, Lilith hingga hari ini masih dianggap sebagai dewi tertinggi dalam berbagai kultus-kultus vampir (vampire cults) dan diyakini akan bangkit suatu hari nanti untuk membawa kiamat bagi umat manusia.
Yang menarik, ternyata hampir semua kebudayaan yang ada dan pernah ada di bumi ini memiliki paling tidak satu legenda yang berhubungan dengan mahluk penghisap darah. Tapi hal ini akan kita bahas lain waktu.
Nah, karenanya sebutan “resmi”, tapi tidak formal, mahluk penghisap darah, terutama dalam pengumpulan folklor oleh folkloris adalah “vampire”. Jadi, berbekal kenyataan ini, mari kita bahas istilah “drakula”.

DRACULA

Bila berbicara tentang nama Dracula, maka kita tidak bisa tidak harus menyinggung dua sosok yang sama-sama fenomenal : Dracula fiktif dan Dracula historis. Pada tahun 1897, seorang penulis Inggris bernama Bram Stoker menerbitkan sebuah novel yang konon adalah novel paling laris sepanjang masa. Judulnya tidak lain dan tidak bukan adalah “Dracula”. Novel ini konon sudah diterjemahkan ke dalam hampir semua bahasa di dunia dan masih terus dicetak ulang hingga hari ini. Dari novel inilah Dracula fiktif menjadi terkenal.
Novel “Dracula” bercerita tentang seorang bangsawan, dalam novelnya bergelar count, dari wilayah Transylvania, sekarang sebuah propinsi di Rumania bernama Dracula. Ceritanya bermula ketika seorang pengacara muda dari London bernama Jonathan Harker yang dikirim oleh firmanya ke Transylvania untuk mengurus pembelian sebuah bangunan di London oleh count Dracula. Setelah tinggal di kastil sang count selama beberapa waktu, Jonathan Harker akhirnya sadar bahwa sang count sepertinya bukanlah manusia normal dan bahwa dirinya tengah ditawan di kastil raksasa itu. Akhirnya Harker melarikan diri dari kastil sang count dan segera kembali ke Inggris. Sementara itu count Dracula rupanya juga berangkat ke Inggris untuk “menyebarkan wabah vampirnya”. Salah satu korbannya adlah Lucy Westenra, sahabat Wilhelmina Harker yang kemudian di dalam novel tersebut menjadi istri Jonathan Harker. Diceritakan bagaimana Lucy Westenra sempat berubah menjadi vampir walaupun seorang profesor dari Belanda bernama Abraham Van Helsing telah berusaha menolongnya. Belakangan, Mina Harker pun nyaris saja menjadi mangsa sang bangsawan vampir. Untuk menyelamatkan Mina, Jonathan Harker bersama Profesor Van Helsing beserta Mina dan beberapa kawan mereka pergi ke Transylvania untuk mengejar dan membunuh sang count yang rupanya telah kembali ke tanah kekuasaannya. Cerita ini berakhir tentu saja dengan tewasnya count Dracula dan selamatnya Mina Harker dari kutukan vampir.
Novel ini bisa dibilang sangat menarik meskipun bahasanya sangat terkesan “jadul” (jelas saja lah, dibuatnya aja tahun 1897). Tapi yang paling menarik adalah format penulisannya yang tidak lazim. Novel ini dibuat seakan-akan berupa kumpulan catatan-catatan harian, hasil penelitian, surat-surat bahkan transkrip rekaman suara para tokoh yang terlibat di dalamnya. Stoker dengan sangat pandai merangkai catatan-catatan ini sehingga pembaca tidak kehilangan alur dan deskripsi ceritanya meskipun tetap terasa tengah membaca surat-surat orang lain. Mungkin ini yang membuat novel ini demikian fenomenal selain tentu saja tokoh Dracula nya sendiri yang memang dibuat dengan sangat brilian. “Dracula” memang bukan novel pertama yang mengangkat vampirisme sebagai topiknya – karena paling tidak sudah sejak tahun 1700-an ditemukan tulisan tentang vampir – tapi novel inilah yang membuat vampir, dan tokoh Dracula tentu saja, menjadi sangat terkenal. Sayangnya, Bram Stoker nya sendiri tidak terkenal. Tulisan-tulisan yang dibuatnya menyusul kesuksesan novel “Dracula” tidak terlalu populer. Ia seperti ditelan oleh tokoh ciptaannya sendiri, Dracula.
Novel “Dracula” akhirnya merambah pula dunia film. Pada tahun 1922, seorang sutradara Jerman bernama JW Murnau sempat mengajukan permohonan untuk membeli hak cipta novel “Dracula” supaya bisa diangkatnya ke layar lebar. Namun permohonan ini ditolak oleh keluarga Bram Stoker. Meskipun begitu, Murnau tetap nekat membuat sebuah film yang mengadaptasi novel tersebut. Film tersebut adalah sebuah film bisu berjudul “Nosferatu”. Alur ceritanya sama persis dengan “Dracula”, hanya saja tokoh-tokoh di dalamnya diubah namanya. Count Dracula misalnya diganti menjadi Count Orlok, Jonathan Harker menjadi Thomas Hutter, Mina Harker menjadi Ellen dan lain-lain. Karena pelanggaran hal cipta inilah Murnau kemudian harus menghadapi tuntutan janda Bram Stoker. Meski kalah di pengadilan, namun film “Nosferatu” hingga hari ini tetap menjadi ikon para penggemar film horor. Belum jadi penggemar horor rasanya bila belum menonton “Nosferatu”.
Tapi film “Dracula” yang sejati adalah film yang dibuat pada tahun 1932 yang diproduksi dan diedarkan oleh Universal. Adalah Bela Lugosi yang begitu menawan memerankan Dracula sehingga oleh dirinyalah imej Dracula yang ada hingga hari ini – berwajah pucat, dingin namun ganteng, lebih mirip orang Italia daripada orang Eropa Timur, berambut klimis, berpakaian necis dengan jas lengkap bersama dasi kupu-kupunya, dan terutama teramat sangat cool – diciptakan.
Tapi, tahukan anda bahwa tokoh count Dracula sebenarnya diangkat dari tokoh asli? Adalah seorang bangsawan abad pertengahan bernama Vlad III Drakulya yang diperkirakan menjadi inspirasi Stoker menciptakan tokoh Dracula dalam novelnya. Vlad III adalah seorang bangsawan yang, berbeda dengan novelnya, berkuasa di daerah Wallachia, sebuah daerah di selatan Transylvania yang dibatasi pegunungan Carpathia. Ia memang diahirkan di Transylvania namun tidak berkuasa di sana. Vlad III lahir pada tahun 1431. ketika berumur 11 tahun, ia diserahkan ayahnya, Vlad II Dracul kepada sultan Murad II dari Turki karena Vlad II kalah perang dari sang sultan. Selama 6 tahun Vlad III tinggal di istana sultan Murad II. Pada tahun 1456, Vlad III naik tahta dan menjadi penguasa Wallachia. Gelarnya, sekali lagi berbeda dengan di dalam novel, adalah voivode. Gelar ini adalah gelar kebangsawanan yang lebih bersifat kemiliteran daripada count yang lebih bersifat administratif. Vlad III, seperti juga ayahnya, adalah tentara yang sangat handal.
Berbeda dengan kenyataan yang dikesankan di dalam novel, nama “Drakulya” dan “Dracul” bukanlah nama keluarga. Nama ini adalah nama julukan yang diperoleh Vlad II dari sebuah ordo bangsawan Kristen bernama Ordo Naga (Order of the Dragon). Ordo ini didirikan tahun 1408 oleh kaisar Sigismund dari Hongaria, bertujuan untuk mengumpulkan sumber daya dan pasukan yang dimiliki oleh bangsawan-bangsawan seluruh Eropa untuk mengantisipasi serangan Turki Ottoman yang kala itu menjadi ancaman bagi Eropa, terutama Eropa bagian timur. Awalnya Ordo Naga hanya dianggotai oleh bangsawan-bangsawan berstatus administratif yang tidak biasa berperang. Karenanya ketika Vlad II, ayah Vlad III Dracula bergabung, kaisar Sigismund sangat gembira karena itu berarti Ordo Naga memiliki seorang sekutu yang sangat kuat, memiliki pasukan besar dan telah biasa bertempur karena status voivode-nya yang bersifat militeristik. Lagipula Vlad II memang telah lama menyulitkan pasukan Turki yang kala itu hanya berhasil menduduki Bulgaria saja. Karena gembiranya, Sigismund menganugerahkan gelar Dracul kepada Vlad II, sebuah istilah lokal Wallachia yang berarti “Naga” (Yang menarik, “dracul” dalam bahasia Rumania bisa juga berarti setan atau iblis).
Setelah Vlad II Dracul meninggal, Vlad III sang anak menggantikan kedudukan ayahnya sebagai penguasa Wallachia pada tahun 1456. Secara otomatis Vlad II pun menjadi anggota Ordo Naga pula dan karenanya menwarisi gelar Dracul sang ayah, hanya saja gelar yang disanangnya adalah “Drakulya” dalam bahasa Rumania atau “Draculea” dalam bahasa latin yang berarti “son of the dragon” atau “Putra Naga”. Sejak saat itu Vlad III dikenal dengan nama Vlad III Dracula.
Namun Vlad Dracula memiliki sebuah julukan lain yang membuat banyak sejarawan dan pengamat sastra yakin bahwa Vlad III lah inspirator novel “Dracula” dan bukan ayahnya, Vlad II. Julukan tersebut adalah “Tepes” atau ke dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “Impaler”. To impale berarti “menyula” atau menusuk sesuatu dengan batang kayu atau besi hingga tembus. Dan memang inilah sebuah hobi menyeramkan Vlad Dracula yang membuatnya terkenal; menyula. Ia sangat gemar menghukum siapa saja dengan cara menusukkan batang kayu besar, biasanya dimasukkan lewat dubur atau ditusukkan ke perut lalu memancangkan kayu tersebut vertikal di atas tanah sehingga korban yang belum mati akan tertusuk perlahan-lahan dan mati dengan cara yang mengerikan, biasanya dengan ujung kayu yang lancip menembus ke mulut, leher atau kepala. Hukuman sula ini dilakukan Dracula pada siapapun, bukan hanya orang-orang Turki yang menjadi musuhnya, tapi juga rakyatnya sendiri, para tuan tanah di wilayahnya, tidak peduli laki-laki atau perempuan, dewasa atau anak-anak, bahkan bayi sekalipun. Kekekajam praktek penyulaan ini konon menurut sebuah legenda setempat bahkan sempat membuat sultan Turki Mehmed II yang menjadi musuh bebuyutan Dracula membatalkan serangannya ke Wallachia ketika melihat Dracula menghiasi kastilnya dengan ratusan mayat tersula rakyatnya sendiri, termasuk manula dan bayi. Sang sultan konon berkata, “ mari kita kembali. Bila ia tega melakukan hal ini kepada rakyatnya sendiri, bayangkan apa yang bisa ia lakukan pada musuhnya…”
Vlad Dracula tewas pada tahun 1476. meskipun kematiannya diklaim oleh sultan Mehmed II adalah karena terbunuh oleh pasukan Ottoman, namun kematian Dracula masih diliputi berbagai misteri. Misalnya saja, meskipun legenda rakyat setempat mengatakan bahwa Dracula, paling tidak badannya karena kepalanya konon disembunyikan oleh sultan Mehmed II, dimakamkan di sebuah biara di pulau danau Snagov di Rumania, namun banyak yang tidak meyakini hal ini. Sebab kematiannya pun masih menjadi sumber spekulasi. Selain kepercayaan umum mengatakan bahwa Dracula terbunuh dalam pertempuran, namun banyak pula yang percaya bahwa ia dibunuh oleh orang-orang terdekatnya, ada yang bilang karena dendam, namun ada juga yang meyakininya sebagai politik kotor. Setelah Dracula wafat, Wallachia menjadi wilayah kekuasaan Turki Ottoman. Tapi penguasa di sana tetaplah saudara Dracula sendiri, Radu, yang adalah boneka Ottoman. Konon Radu sendirilah yang membunuh Dracula.
Tapi…apakah Dracula adalah seorang vampir? Dracula dalam novel Bram Stoker pastilah vampir. Tapi apakah Vlad Dracula sang tokoh sejarah juga vampir atau bukan tetap menjadi misteri. Meskipun kejam, namun masyarakat Wallachia memandang Vlad III tetap sebagai pahlawan dan karenanya mereka keberatan bila Dracula disebut sebagai pricolici, nama lokal untuk vampir. Malah bila bicara tentang vampir, maka penduduk kampung-kampung Rumania akan menunjuk Elizabeth Bathory, seorang countess dari Hongaria. Elizabeth Bathory hidup di akhir abad 16 hingga awal abad 17. Konon semasa hidupnya ia telah menyiksa dan membunuh 600 korban yang hampir semuanya perempuan dan hampir semuanya perawan. Folklor lokal mengatakan bahwa Elizabeth Bathory menggunakan darah perempuan-perempuan muda ini untuk mandi dan bahkan dikonsumsi karena ia percaya hal ini akan mempertahankan kecantikannya. Karena perilakunya ini ia digelari “The Blood Countess”, dan ditahan di kastil Cachtice hingga ia tewas pada 1614. Elizabeth Bathory memang kurang dikenal di Indonesia, namun di negara-negara barat ia cukup memiliki reputasi sebagai tokoh horor yang asli. Buktinya ia bahkan sempat dibuatkan action figure-nya oleh Todd McFarlane pada awal tahun 2000-an dan menjadi salah satu tokoh dari jajaran action figure bertajuk “Six Faces of Evil” bersama dengan Vlad Dracula dan Atilla the Hun.

KESIMPULANNYA

Jadi yang mana yang benar untuk menyebut mahluk penghisap darah, vampir atau drakula? Terserah saja sih, toh nggak terlalu penting juga hehehe… Hanya saja bila kita menyebut mahluk penghisap darah sebagai drakula, rasanya jadi sama seperti mengasosiasikan sejenis produk barang dengan sebuah merk, seperti misalnya menyebut semua mesin pompa air sebagai “Sanyo” (dengan tekanan pada huruf ‘O’ nya, jadi berbunyi seperti “Sanyok..!”), atau menyebut semua skuter sebagai “Vespa” (pake ep bukan pake pe), atau menyebut semua mie instan sebagai “Indomie”. Terkesan kurang profesional, gitu. Jadi kalau anda ingin dikenal sebagai orang yang cukup mengerti dunia horor, mulailah menyebut mahluk penghisap darah sebagai vampir dan lupakan pengaruh Aneka Ria Srimulat dengan episode-episode tentang Pangeran Drakula-nya yang telah membuat vampir jadi mirip dengan Sanyo, Vespa dan Indomie itu.



No comments: